Disuatu
sore hari pada saat aku pulang kantor dengan mengendarai sepeda motor,
aku disuguhkan suatu drama kecil yang sangat menarik, seorang anak
kecil berumur lebih kurang sepuluh tahun dengan sangat sigapnya
menyalip disela-sela kepadatan kendaraan disebuah lampu merah perempatan
jalan di Jakarta .
Dengan membawa bungkusan yang cukup banyak diayunkannya
sepeda berwarna biru muda, sambil membagikan bungkusan tersebut ,ia
menyapa akrab setiap orang, dari Tukang koran , Penyapu jalan, Tuna
wisma sampai Pak polisi.
Pemandangan
ini membuatku tertarik, pikiran ku langsung melayang membayangkan apa
yang diberikan si anak kecil tersebut dengan bungkusannya, apakah dia
berjualan ? “kalau dia berjualan apa mungkin seorang tuna wisma menjadi
langganan tetapnya atau…??, untuk membunuh rasa penasaran ku, aku pun
membuntuti si anak kecil tersebut sampai disebrang jalan , setelah itu
aku langsung menyapa anak tersebut untuk aku ajak berbincang-bincang.
De, “boleh kakak bertanya” ? silahkan kak, kalau boleh tahu yang
barusan adik bagikan ketukang koran, tukang sapu, peminta-minta bahkan
pak polisi, itu apa ?, oh… itu bungkusan nasi dan sedikit lauk kak,
memang kenapa kak!, dengan sedikit heran , sambil ia balik bertanya.
Oh.. tidak! , kakak Cuma tertarik cara kamu membagikan bungkusan itu,
kelihatan kamu sudah terbiasa dan cukup akrab dengan mereka. Apa kamu
sudah lama kenal dengan mereka?
Lalu ,Adik kecil ini mulai
bercerita, “Dulu ! aku dan ibuku sama seperti mereka hanya seorang
tuna wisma ”,setiap hari bekerja hanya mengharapkan belaskasihan banyak
orang, dan seperti kakak ketahui hidup di Jakarta begitu sulit, sampai
kami sering tidak makan, waktu siang hari kami kepanasan dan waktu
malam hari kami kedinginan ditambah lagi pada musim hujan kami sering
kehujanan, apabila kami mengingat waktu dulu, kami sangat-sangat sedih ,
namun setelah ibu ku membuka warung nasi, kehidupan keluarga kami
mulai membaik.
Maka dari itu ibu selalu mengingatkanku,
bahwa masih banyak orang yang susah seperti kita dulu , jadi kalau saat
ini kita diberi rejeki yang cukup , kenapa kita tidak dapat berbagi
kepada mereka.
Yang ibu ku selalu katakan “ hidup harus
berarti buat banyak orang “, karena pada saat kita kembali kepada Sang
Pencipta tidak ada yang kita bawa, hanya satu yang kita bawa yaitu
Kasih kepada sesama serta Amal dan Perbuatan baik kita , kalau hari ini
kita bisa mengamalkan sesuatu yang baik buat banyak orang , kenapa
kita harus tunda.
Karena menurut ibuku umur manusia
terlalu singkat , hari ini kita memiliki segalanya, namun satu jam
kemudian atau besok kita dipanggil Sang Pencipta,” Apa yang kita
bawa”?. Kata-kata adik kecil ini sangat menusuk hati ku, saat itu juga
aku merasa menjadi orang yang tidak berguna, bahkan aku merasa tidak
lebih dari seonggok sampah yang tidak ada gunanya,dibandingkan adik
kecil ini.
Aku yang selama ini merasa menjadi orang hebat dengan
pendidikan dan jabatan tinggi, namun untuk hal seperti ini, aku merasa
lebih bodoh dari anak kecil ini, aku malu dan sangat malu. Yah.. Tuhan,
Ampuni aku, ternyata kekayaan, kehebatan dan jabatan tidak mengantarku
kepada Mu
Terima kasih adik kecil, kamu adalah malaikat ku yang menyadarkan aku dari tidur nyenyak ku.
"Hidup
akan berarti jika kita mau membagikan sesuatu untuk orang lain dan
tidak hanya fokus untuk menyenangkan diri kita sendiri "
Nice story good... Good.... Good... Mantabs
BalasHapus